Kegiatan mendaki gunung mungkin identik dengan dunia kaum pria. Namun hal ini tak mematahkan semangat dua srikandi asal Indonesia, Fransiska Dimitri Inkiriwang (24) dan Mathilda Dwi Lestari (24) dalam melakukan misi untuk mengibarkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi di dunia, puncak Gunung Everest.
Tergabung dalam tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU), Gunung Everest akan menjadi puncak gunung terakhir dari rangkaian misi mengibarkan bendera Indonesia di tujuh gunung tertinggi di tujuh benua.
Membentang di tengah rangkaian Pegunungan Himalaya, Everest merupakan titik tertinggi yang ada di Bumi. Dengan catatan elevasi 8.848 meter di atas permukaan laut, ketinggian Everest hampir sama dengan menumpuk dua Gunung Carstensz, gunung tertinggi di Indonesia.
Mereka berdua sebelumnya telah berhasil mencapai enam puncak gunung tertinggi di belahan dunia lain yakni Gunung Carstensz Pyramid (4.884 mdpl), Gunung Elbrus (5.642 mdpl), Gunung Kilimanjaro (5.895 mdpl), Gunung Aconcagua (6.962 mdpl), Gunung Vinson Massif (4.892 mdpl), dan Gunung Denali (6.190 mdpl) dalam empat tahun ke belakang.
“Semua pengalaman yang telah kita dapat selama empat tahun melakukan ekspedisi ini, kami merasa cukup siap untuk melaksanakan ekspedisi terakhir ini,” kata Mathilda.
Pendakian kali ini, Everest akan menghadirkan tantangan ekstra, karena di tengah perjuangan untuk membawa diri menapakkan langkah demi langkah menuju puncak, oksigen di ketinggian ini berkurang hanya menjadi sepertiga, dibandingkan dengan yang bisa kita hirup dengan bebas sekarang ini.
Di musim dingin pada bulan Januari, suhu di puncak Everest bisa mencapai -60 derajat Celsius. Pada musim panas yang merupakan musim pendakian, suhu udara di pucuk bumi ini “hanya” berkisar -20 derajat Celsius, menambah tantangan lebih bagi pendaki, apalagi yang berasal dari daerah beriklim tropis seperti Indonesia.